Dilema Ibukota Butur; UU versus Amanah Leluhur

Polemik ibukota Kabupaten Buton Utara (Butur) telah ramai dibicarakan sejak penggagasan pemekaran kabupaten Buton Utara yakni disepakati di Ereke Kecamatan Kulisusu, ironinya setelah sampai di DPR RI draf kesepakatan itu berubah menjadi Buranga, Kecamatan Bonegunu (sebagai ibukota Kabupaten Butur).

Tarik menarik terkait pemekaran Kabupaten Buton Utara khususnya penempatan Ibukota membuat kita dan kita semua menerima Buranga, Kec. Bonegunu sebagai ibukota Kabupaten Buton Utara, yang penting kita mekar menjadi Daerah Otonom Baru dan berpisah dari Kabupaten Muna (itu lebih baik daripada tidak mekar), mekar dulu, nanti amanah leluhur difikirkan.

Puncak dari perjuangan itu, yakni tanggal 2 Januari tahun 2007 dengan dikeluarkan UU NO. 14 Thn 2007 tentang pembentukan Kab. Buton utara. UU No. 14 tahun 2007 yang merupakan dasar hukum terbentuknya kabupaten Buton Utara, dan disalah satu pasalnya menjelaskan bahwa ibukota Kabupaten Buton Utara adalah Buranga, Kecamatan Bonegunu.

Dilihat dari prosesi pelaksaanan pemerintahan sejak Buton Utara menjadi daerah otonom baru, tentu sangat jauh dan bertentangan dengan amanah UU yakni Pembangunan kantor di Buranga dihentikan dan memusatkan pembangunan perkantoran dan pemerintahan di Ereke , Kecamatan Kulisusu.

Kebijakan Pemda ini, menuai banyak polemik di kalangan masyarakat dan birokrasi pemerintahan, tercatat masyarakat Buton Utara seakan terpetak, antara masyarakat Pro Undang-Undang dan masyarakat pro Kebijakan Pemerintah (Pemda jangan jadi provokator!).

Pemusatan pembangunan dan pemerintahaan di Ereke, Kecamatan Kulisusu, bukan tanpa alasan dan dasar hukum yang kuat, mengatas namakan amanah leluhur dan ketidak-layakan buranga sebagai ibukota, maka dibuatlah Perda RTRW yang menjadi pijakan Pemerintah Daerah dalam memusatkan pembangunan dan pemerintahan di ereke kecamatan kulisusu (walau PERDA RTRW syarat akan kontroversi dan politisasi).

Penempatan Ibukota kabupaten Buton Utara merupakan persoalan yang cukup urgen dan menjadi agenda utama yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Daerah. Agar pemerintahan berjalan dengan baik dan bisa tercipta Buton Utara Yang Aman, Berbudaya dan Religius (Visi Abu Hasan-Ramadio) dan masyarakat tidak dibuat bingun antara Buranga dan Ereke (kalau Buranga maka kita harus ke Buranga dan kalau Ereke maka kita harus ke Ereke).

Peran Komunikasi kelompok diperlukan dalam penyelesain polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara, kemajuan Buton Utara menjadi prioritas.(*)

Oleh : Hasruddin Jaya
(Dikutip dari rancangan Proposal Penelitian S-1 Komunikasi FISIP UHO, yang berjudul "Dinamika Komunikasi Kelompok Masyarakat dan Pemerintah Dalam Upaya Penempatan Ibukota Kab. Butur)